pengembara_kelilingindonesia_halmahera_maluku utara_cerita perjalanan_backpacker_Indonesia





 


saya berfoto bersama sarto (ato) bersama orangtuanya di rumah kampung bringin halmahera. disinilah saya merasakan bagaimana saya yang baru dikenal kemudian tinggal selama 8 hari untuk merasakan kedamaian kampung ini bebas dari handphone, internet dan sosial media.  dan disini juga kemudian saya dianggap menjadi bagian dari keluarga ini. 

Perjalanan Sorong-Ternate, 24-25 Mei 2015
Musnita(tengah) yang menampung saya satu malam di sorong berfoto bersama simon kiri dan karin kanan teman bule yang kami kenal saat musnita menjemput saya di pelabuhan penyebrangan sorong waisai.
 

Salah satu hal yang menguji kemandirian saya ketika sedang melakukan perjalanan adalah kemampuan untuk mengurus diri sendiri.Dan itulah yang saya lakukan hari ini, Mencuci pakaian, memasak sendiri dan diakhiri dengan tidur panjang yang sangat melegakan.Untungnya, hari itu memang saya punya waktu banyak karena tiket kapal ke Ternate belum di tangan.
Setelah urusan domestik selesai, keluarga Musnita berbaik hati mengantarkan saya ke pelabuhan untuk mencari tiket kapal ke Ternate. Di sana, akhirnya tiket bisa saya dapatkan dengan membayar Rp 260 ribu. Bahagia karena tiket sudah di tangan, tapi sekaligus sedih karena saya harus berpisah dengan  keluarga Musnita, keluarga yang sudah sangat baik menjamu saya selama di sini. Bahkan saat mengantarkan sayake pelabuhan pun, Nita yang baik hati sudah menyiapkan bekal untuk saya selama di perjalanan.Dari makanan hingga air mineral dalam ukuran besar.Selama dua hari, keluarga ini memang sudah menjadi keluarga baru bagi saya di Sorong.

Sebenarnya, banyak cerita “memprihatinkan” yang saya alami di Sorong. Saya sudah tiba di Pelabuhan Sorong  sejak pukul 21.00 WIT.  Tapi hari itu saya “terlantar” di Sorong karena harus menunggu kapal Pelni hingga pukul 05.00 WIT. Untungnya, waktu itu saya ditemani ayah dari dr. Sweet salah seorang dokter yang kebetulan bertugas di kokas fak-fak tepatnya di Doctor Share, tempat saya sempat bekerja sebagai sukarelawan. Ayah dari dr. Sweet ini memang bermukim di Sorong. Ayah dari dr. Sweet inilah yang memberikan tumpangan untuk saya untuk beristirahat di rumahnya. 

            Tempat tidur selama  perjalanan menggunakan kapal doro londa ke ternate maluku utara
Tepat pukul 04.00 WIT, saya kembali diantarkan ayah dr. Sweet ke pelabuhan. Di sana, saya mulai “berburu” lapak untuk tidur di kapal. Yes! Akhirnya saya menemukan sebuah tempat yang lumayan nyaman di lantai enam. Di sana, saya bertemu dan berkenalan dengan dua pria asal Halmahera bernama Sarto dan Aten. Sepanjang hari kami bercakap-cakap hingga akhirnya mereka menerima permohonan saya untuk mengikuti mereka setelah kami berlabuh di Halmahera. Tepat pukul 22.00 WIT, kapal kami merapat di Pelabuhan Ahmad Yani, salah satu pelabuhan terbesar di kota itu. Berhubung malam sudah larut dan tidak ada kapal yang tersedia menuju kampung kediaman Ato dan Ateng, akhirnya kami memutuskan untuk menginap di hotel yang berrtarif Rp 100 ribu. Di sana, akhirnya tubuh ini bisa bertemu kasur…

                         pemandangan pagi dari penginapan Rp 75.000 semalam di bastiong ternate


Keluarga Baru di Halmahera

Halmahera, 26 Mei 2015

Lagi-lagi ada saja kesulitan yang datang.Pagi hari itu, saya sudah bersemangat hendak melanjutkan perjalanan ke kampung halaman Ato dan Ateng, dua teman baru saya.Tapi ternyata, speed boat yang seharusnya bisa membawa kami ke Kampung Bringin.ternyata rusak. Tak kehabisan akal, akhirnya mendadak kami memutuskan untuk mencapai Kampung Bringin melalui Sofifi.Membayar Rp 50 ribu, akhirnya kami tiba pukul 13.00 WIT di pelabuhan Sofifi. Dibanding Kampung Bringin, Sofifi memang lebih mudah untuk dijangkau, karena banyak tersedia speed boat yang kerap lalu-lalang ke Sofifi ini.

Namun perjalanan kami belum usai, karena setelah berlabuh di Sofifi, kami masih harus melanjutkan perjalanan lewat darat menuju Kampung Bringin.Setelah berdiskusi, akhirnya kami menyewa jasa mobil Kijang Innova untuk membawakami.Masing-masing harus merogoh kocek sebesar Rp 150 ribu untuk biaya perjalanan tersebut. Jangan ditanya bagaimana rute perjalanan yang kami lalui karena jawabannya pasti luar biasa!.Bayangkan, sepanjang perjalanan selama kurang lebih 4 jam, kami harus melewati kelok-kelok mematikan.Belum lagi ditambah dengan kondisi jalanan yang berlubang-lubang.Lengkaplah sudah penderitaan kami saat itu.

Tapi semua terbayar lunas ketika kami tiba di Kampung Baringin.Saat kami tiba, waktu sudah menunjukkan pukul 18.00 WIT.Semua kelelahan di perjalanan tak lagi saya rasakan setelah melihat sambutan hangat keluarga Sarto .Semua sangat ramah menyambut kedatangan kami.Kami dijamu makanan dan minuman yang lezat.Hingga malam hari pun, kami masih menghabiskan waktu bercakap-cakap.Sempurnalah malam pertama saya di Kampung Bringin.

Masyarakat kampung bringin sebagian besar menanam kelapa, tidak heran perjalanan menuju ke kampung ini disuguhkan pemandangan pohon kelapa.

 
                                 View pantai maidi tidak jauh dari kampung bringin 
 setiap sore disebelah rumah saya tinggal anak-anak bermain dihalaman. seringnya setiap sore mereka bermain bola.

Selain bermain bola, saya dan anak-anak sering bermain di sungai terdekat dikampung bringin.


 adi anak adiknya sarto sedang belajar. listrik dikala malam sering mati di kampung bringin ini, sehingga jika ingin belajar menggunakan lampu minyak.

joki nama anjing yang ada dirumah saya tinggal, dihari terakhir saya pergi baru dia tidak menggonggong saya. awal saya datang selalu menggongong.


catatan perjalanan dan foto @moonstar simanjuntak
Editor tulisan : Yetta.
 

Postingan populer dari blog ini

Pengembara, pengembara keliling indonesia, gorontalo, travel, travelling, backpacker, jelajah indonesia, keliling indonesia

Menjajaki Bumi suku Baduy beserta Biaya

Monkey Forest Ubud Bali