Langkah awal keliling indonesia, pengembara, backpacker, keliling indonesia,
Pose bersama kawan saya boi christ sebelum berangkat ke fak-fak di kost jerman 30
Tukar
Langkah Kecil Untuk Capai Langkah Besar Menyelami Keindahan Indonesia
“Hate to think of a wild man like u in a cage.
Tramping is too easy with all this money you paid me. My days were more
exciting when i was penniless. I've decided I'm going to life for some time to
come. The freedom and simple beauty is just to good to pass up. Quote film into
the wild.”
Christoper MacCandless a.k.a
Alexander Supertramp
Menjelajahi Indonesia yang terdiri dari 13.000 pulau (data dari Kementrian
Kelautan dan Perikanan, 2010) di mana
lima di antaranya, seperti, Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera dan Jawa
merupakan pulau besar, memang jadi impian kebanyakan orang, tapi tidak bagi
saya, Moonstar Simanjutak. Saya
belum punya keberanian untuk bermimpi sebesar itu! Mimpi saya terbilang kecil
namun (maunya) konsisten. Di tiap libur lebaran saya merencanakan untuk
menginjakkan kaki satu per satu ke pulau besar hingga terkecil Indonesia,
menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa indahnya panorama Tanah Air,
penduduknya yang ramah dan ratusan pengalaman menyatu dengan alam.
Mimpi kecil saya dimulai di tahun 2014. Dengan berbekal uang sekitar Rp5
Juta-an dan kenekatan, saya berkelana 14 hari di Tanah Flores (http://issuu.com/moonstarsimanjuntak/docs/mendadakmagz012014). Selepas itu, niat liburan lebaran 2015, kepinginnya
mengunjungi Sulawesi. Selain menjajal pulau Suku Bugis, saya sudah berencana
bertemu teman lama di perjalanan Flores sebelumnya, Annemie.Namun, rencana berubah
180 derajat!Ternyata omongan orang yang berbunyi, “Saat kamu memikirkan mimpimu, ingatlah untuk
berbuat sesuatu meski kecil. Belajar membuat sesuatu yang kecil membuat kita
ingin melakukan yang besar”, ada
benarnya.
Berhenti dari pekerjaan demi
sebuah langkah besar
Langkah besar yang dimaksud bermula dari seorang temannya teman yang
menawarkan sebuah proyek relawan di Papua pada Mei 2015. Singkatnya, sebuah
organisasi non-profit bernama Doctor Share sedang melakukan pelayanan
medis di pulau paling Timur Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang kaya.
Proyek volunteer ini memakan waktu
selama 10 hari, niat awal ingin cuti tapi konsekuensinya saya batalkan
perjalanan dan pertemuan dengan Annemie di Sulawesi. Maklum, jarang ada perusahaan
yang ingin karyawannya melanglangbuana dan cuti lebih dari 10 hari, bukan?
Setelah dipikir dengan matang, saya pun memutuskanBERHENTI dari pekerjaan sebagai editor photographer di sebuah
majalah kawasan ternama di Jakarta. Ya, tekad sudah bulat dan kebetulan kontrak
saya habis di bulan Mei, jadi kenapa nggak sekalian memberanikan diri melakukan
sebuah langkah besar, yaitu berkelana keliling Indonesia!
Sebenarnya, pemetaan perjalanan sudah ada di pikiran saya begitu kabar soal
proyek relawan sampai di telinga. Apalagi, saya selalu yakin nggak ada sebuah
kebetulan dalam hidup, semua sudah jadi rencana Yang Maha Kuasa. Kita, tinggal
menangkap ‘sinyal’ dan punya keyakinan saja kalau semua memang sudah diatur.
Saat itu, saya pun dengan liar membayangkan perjalanan akan dimulai dari
Papua-Maluku Utara-Sulawesi-Kalimantan-Sumatera-Jawa-Bali-NTB-NTT-Papua.
Tung-hitung uang perjalanan
Susun rencana dengan matang! Saya pun mulai melirik tabungan yang berkisar
Rp15 Juta lebih sedikit, tadinya buat traveling ke Sulawesi saja! Dipikir-pikir
untuk perjalanan gila ini saya membutuhkan peralatan kamera yang memadai dan
laptop sebagai ‘markas’ foto. Bila dibelanjakan sudah habis sekitar Rp15Juta.
Sisa?Seadanya! Dari situ, saya putar otak. Berhubung, perjalanan gila pertama
ke Flores sudah terdokumentasi dengan baik, saya pun berniat mencari sponsor.
Dimulai dari ‘mengetuk pintu’ perusahaan kamera besar. Hasilnya? Ditolak
mentah-mentah! Saya paham, mereka nggak mungkin senekat itu memberikan
dukungan. Saya belum sampai di tahap photographer kawakan, seperti Arbain
Rambey, Juara Tunggal Festival Seni International Art Summit 1999. Saya paham
betul posisi saya, seorang photographer asal Belitung yang cinta panorama
Indonesia dan mengadu nasib di Jakarta.
Meski sedikit kecewa, cara lain tetap saya pikirkan. Akhirnya, link
pertemanan lama pun kembali diubek-ubek. Salah seorang adik kelas waktu kuliah
di Institut Teknologi Harapan Bangsa, Bandung, Denni,ternyata punya usaha kecil seputar produk hiking dan adventure bernama @Crop Adventure. Usahanya masih terbilang kecil dan sederhana, hanya
melayani via instagram saja. Produk yang dijual pun masih seputar sandal
gunung. Mengapa tidak coba approach? Saya
ingat langkah besar ini dimulai dari sesuatu yang sederhana.
Saya pun mulai presentasikan mimpi saya ke Denni. Dari obrolan kami,
ternyata ia malah melirik peluang baru untuk memproduksi produk lainnya,
seperti, jaket, celana gunung, celana pendek hingga kaos. Ternyata, ‘radar’ kami
berada di area yang sama dan terjalin juga hubungan mutualisme di sini. Dengan
ringan hati, Denni setuju menjadi sponsor utama perjalanan gila ini. Crop
Adventure membekali saya dengan produk dan sejumlah uang sekitar Rp5 Juta di
perjalanan pertama dan Rp1 Juta di tiap bulannya. Elus dada, lumayan bisa
bernafas lega sedikit!Tapi, saya tetap berstrategi menggunakan koneksi untuk
tempat tinggal dan berniat mencari pekerjaan buat kelangsungan mimpi ini.
Antara
fokus terhadap mimpi dan rasa takut!
Senang menghadapi rencana besar berpetualang keliling Indonesia? Sudah
pasti! Ketakukan? Tentu saja ada! Buat memupuk semangat, saya putuskan untuk
berbagai pada kawan lama. Di awal, mereka menanggapinya dengan antusias, “Bagus
ide lo, boi! Tapi…”, ini nih
jeleknya, “Trus, makan lo bagaimana? Tidur di mana?”, nada keraguan ada
dijawaban mereka. Jujur, perkataan tadi sedikit menjatuhkan mental saya.
Sebagian orang Indonesia memang (terkadang) lebih fokus pada rasa takut,
sehingga membuat mereka berada di zona nyaman. Saya menganggap semua itu sebagi
cambukan untuk lebih bersemangat! Senangnya, kawan lama asal
Belgia, Annimie membuka pikiran saya. Ia bercerita,
pernah melakukan perjalanan ke Afrika dengan motor dan bertenda di pinggir jalan.
Pemikiran segar langsung terbesit di benak saya, “Kalau mau mengubah mindset harus berani keluar dari zona
nyaman dan melakukan tindakan”.
Ketimbang terus memikirkan rasa takut, saya mulai mencari video penyemangat
mulai dari pengkhotbah Jeffrey Rachmat sampai sebuah film berjudul Into the Wild. Pernah menonton film cerita nyata dari seorang traveler bernama Christopher McCandless
yang lebih dikenal dengan Alexander Supertramp? Kisahnya tentang seorang remaja
dari keluarga kaya yang mencari sebuah arti kebahagiaan dalam hidup. Ia berani
meninggalkan kenyamanan yang didapat dari kedua orangtuanya yang terbilang
sejahtera. Ia bahkan percaya perjalanannya menyeberangi Amerika Utara dan
menuju Alaska, bisa menjawab semua keresahannya soal hidup. Di tiap perjalanan
bahkan Alexander selalu menularkan semangatnya pada orang lain agar tidak hanya
berdiam diri di zona nyaman. Meski akhirnya ia meninggal di Alaska –karena
memakan tumbuhan beracun, bagi saya ia sosok pemberani. Satu kalimat yang bisa saya
petik dari perjalanannya,
“Hate to think of a wild man like u in a cage. Tramping is too easy with all this money you paid me. My days were more exciting when i was penniless. I've decided I'm going to life for some time to come. The freedom and simple beauty is just to good to pass up. Quote film into the wild”.
Saya menjadikan ucapan Alexander sebagai (salah satu) penyemangat penting untuk mewujudkan impian yang tersusun di depan mata.
“Hate to think of a wild man like u in a cage. Tramping is too easy with all this money you paid me. My days were more exciting when i was penniless. I've decided I'm going to life for some time to come. The freedom and simple beauty is just to good to pass up. Quote film into the wild”.
Saya menjadikan ucapan Alexander sebagai (salah satu) penyemangat penting untuk mewujudkan impian yang tersusun di depan mata.
Dengan tekat baja, sayapun memulai perjalanan gila mengelilingi Indonesia
pada 7 Mei 2015.
Kalau saya dan Alexander saja bisa menghadapi ketakutan, mengapa kamu
tidak?
Editor tulisan : Dorris jane
Editor tulisan : Dorris jane
inilah team saya yang bersama terbang ke fak-fak papua barat dalam rangka tugas . saya sebagai dokumentasi untuk kegiatan yang berlangsung 7-14 mei 2015.
salah satu foto pulau dari atas pesawat menuju ke fak-kak.
kapal tempat saya bekerja bersandar dipelabuhan fak-fak. disinilah setiap hari saya bekerja sebagai dokumentasi.
salah satu tugas saya mendokumentasikan kegiatan pelayanan medis di fak-fak
salah satu pelabuhan fak-fak tempat saya bertugas
keceriaan dua orang anak fak-fak bermain di perahu
human interest yang ada di fak-fak
pemandangan sunset di hari pertama saya tiba di fak-fak